The Important Role of GIS in School Zoning Systems
A Guide to Accelerate Education Equality With Geospatial Technology
Halo Semuanya,
Sejak implementasinya pada 2018 [1], sistem zonasi sekolah adalah isu yang rutin dibahas setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) oleh calon siswa maupun orang tua siswa. Tujuan dari pembuatan kebijakan sistem zonasi sekolah atas dasar Peraturan Mendikbud No. 14 Tahun 2018 adalah percepatan pemerataan kualitas pendidikan. Jadi begini, pemerintah ingin menghapus dikotomi sekolah (negeri) unggulan dan nonunggulan demi menciptakan kesetaraan peluang bagi seluruh sekolah. Maka, dengan adanya sistem zonasi (harapannya) proses penilaian kebutuhan tenaga pengajar serta sarana dan prasarana sekolah dilaksanakan lebih tepat sasaran sehingga apa yang dimaksud kesetaraan tersebut dapat dicapai.
Since its implementation in 2018 [1], the school zoning system has been a common issue discussed every year in the student admission period (PPDB). The objective of the school zoning system based on the Regulation of The Ministry of Education No. 14 of 2018 is to accelerate education equality. So the government wants to remove the dichotomy of favorite and non-favorite schools and create the same opportunities. Therefore, with the zoning system (hopefully) the assessment process of the needs of teaching staff or maybe school facilities and infrastructure is carried out more accurately so equality can be achieved.
Meski tujuannya baik, namun pelaksanaan sistem zonasi sekolah memunculkan tantangan baru alih-alih segera menjadi solusi permasalahan. Sebut saja manipulasi Kartu Keluarga (KK), caranya memindahkan alamat calon siswa agar berada di lokasi yang dekat dengan sekolah tujuan [2]. Saat ini radius zonasi ditentukan melalui kesepakatan dari musyawarah pemerintah daerah dan pihak sekolah menyesuaikan dengan kapasitas, fasilitas serta kebutuhan tiap sekolah. Bisa jadi hal tersebut adalah sebab mengapa banyak terjadi masalah, yakni transparansi regulasi, karena ada beberapa kasus yang rumahnya dekat dengan sekolah tapi tidak masuk dalam zonasi [3] [4].
Despite having good intentions, in reality, implementing the system creates new challenges instead of immediately becoming a solution. Let’s say the Family Card or Kartu Keluarga (KK) manipulation, they (student parents) move their address to a location that is closer to the school target [2]. The zoning radius is determined by the agreement between the regional government (City or District) and the schools according to each school's capacity, facilities and needs. It could be that this is the reason why we still face many problems, such as regulatory transparency, because there are several cases when applicants have houses close to schools but are not included in the zoning area [3] [4].
Terdapat kata zonasi dalam zonasi sekolah, pastinya ada hubungannya dengan pemanfaatan ruang atau wilayah bukan? Meski begitu nyatanya penggunaan teknologi pendukung perencanaan wilayah seperti Sistem Informasi Geografis (SIG) belum dimaksimalkan. Malah calon siswa disuruh mengukur sendiri jarak rumah mereka dari sekolah menggunakan Google Maps, di screenshot lalu dicocokkan dengan sistem saat pendaftaran [5]. Ribet banget dan itupun cuma kira-kira saja 🤦♂️.
There is zone in the school zonation. For sure, there is a connection with spatial or regional planning, right? Even so, in fact the use of technology to support regional planning like Geographic Information System (GIS) hasn’t been maximized yet. Applicants are even asked to manually measure the distance of their house from school using Google Maps, take screenshots and then match them with the registration system [5]. It’s very complicated and even then it’s just an estimate.
SIG padahal punya teknik visualisasi yakni isokron yang akan cocok untuk digunakan sebagai basis pembuatan regulasi radius zonasi sekolah. Isokron mampu membuat visualisasi berupa peta area jangkauan dari titik perjalanan (lokasi sekolah) dalam durasi tempuh tertentu dan/atau menggunakan moda transportasi tertentu. Misalnya, seberapa jauh lokasi yang dapat dicapai dari SMA 1 jika kita mengendarai sepeda motor selama 15 menit? Menurut saya ini lebih baik daripada direct distance measurement di Google Maps.
GIS has the isochrone visualization technique, which I think will be suitable to be used as the basis for school zoning radius. Isochrone can visualize a coverage area map of the travel point from school locations within a particular travel duration and/or using specific transportation modes. For Example, how far are the locations we can reach if we ride a motorbike from SMA 1? For me, it’s better than direct distance measurement on Google Maps.
Oleh karena itu, di tulisan ini kita akan coba mencari tahu bagaimana teknik visualisasi peta isokron dapat berperan dalam penentuan zonasi sekolah dengan menggunakan sebuah plugin di QGIS.
We will try to find out how isochrone map visualization can play a role in determining school zoning system using a plugin in QGIS.
Preprocessing
Create Openrouteservice account
Langkah pertama adalah, buat akun terlebih dulu di openrouteservice.org.
The first step is to sign up at openrouteservice.org.
Menuju ke dashboard, lalu buat token baru untuk mendapatkan API.
Go to dashboard, then create new token to get API.
Plugin installation
Pergi ke menubar Plugins lalu cari dan pasang ORS Tools.
Open Plugins menubar, find and install ORS Tools.
Processing
Make the isochrones
Kita membutuhkan data Point of Interest (POI) untuk membuat peta isokron, dalam hal ini adalah titik lokasi sekolah negeri. Kalian bisa mendapatkannya di situs ini atau gunakan data sekolah SMA Negeri yang sudah saya siapkan di sini.
We need Point of Interest (POI) data to create an isochrone map, in this case POI of public high schools. You can get on this website or use the data I’ve prepared here.
Setelah data POI sekolah sudah di load, masukkan API Key yang sebelumnya dibuat pada dashboard Openrouteservice ke dalam pengaturan plugin ORS Tools di QGIS.
After the POI data has successfully loaded insert the API Key from Openrouteservice dashboard into the ORS Tools plugin in QGIS.
Besaran radius zonasi ditentukan ditentukan dari kesepakatan musyawarah pemerintah daerah dengan pihak sekolah. Saya ambil gampangnya dengan mengacu kepada pernyataan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah tahun 2022 saja, radius zonasinya adalah 7–15 km [5]. Pengaturan parameternya menggunakan driving-car sebagai Travel mode, POI sekolah menjadi Input, sementara itu Dimension-nya adalah distance.
The size of the zoning radius is determined from the deliberation between regional government with the schools. But I’ll take the simple way by referring to the statement of the Department of Education and Culture of Central Java Province (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah/Disdikbud) in 2022, the radius is 7–15km.
Results
Baiklah ini adalah hasil zonasi sekolah dengan pengaturan radius 7–15 km, warna hijau 7km sedangkan merah 15 km. Tapi hasil zonasi ini bagi saya agak kurang masuk akal karena wilayahnya terlalu luas bahkan sampai Mojokerto.
Okay, this is the result of the school zone with 7–15km radius setting, the green color is 7km while the red is 15 km. But personally, the result seems a bit unreasonable because the area is too wide, even as far as Mojokerto Region.
Oleh karena itu, saya lakukan sedikit penyesuaian pada interval radiusnya menjadi 2 (hijau), 5 (kuning) dan 7km (merah). Kali ini coverage area-nya cukup masuk akal karena sebagian besar masih ada dalam lingkup Kabupaten Jombang. Beberapa tempat terlihat berlubang terutama wilayah pinggiran, sebenarnya ini berarti ketersediaan fasilitas pendidikan (di Kabupaten Jombang) belum sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah. Mengenai analisis peta, kita juga tidak butuh waktu lama untuk tahu apabila calon siswa baru boleh ketar-ketir kalau lokasi rumahnya ternyata ada di zona berwarna merah (yang di wilayah berlubang harusnya lebih sedih 🥲).
I made slight adjustments to the radius interval to 2km (green), 5km (yellow) and 7km (red). The coverage area is more reasonable than before because it is still within the scope of Jombang. There are hole in some places, actually also be recognized as the availability of educational facilities in Jombang Regency which causes it not fully to reach the entire region (an ironic fact).
Conclusion
Proses Identifikasi zonasi sekolah akan lebih mudah dilakukan dengan teknik visualisasi peta seperti isokron ketimbang direct distance measurement di Google Maps. Walaupun belum bisa dibilang sempurna karena hanya memakai parameter jarak tempuh sekolah ke rumah menggunakan mobil saja. Maka, seandainya pemerintah ingin benar-benar memaksimalkan potensi teknologi geospasial dalam pembuatan regulasi zonasi sekolah, variabel pendukungnya harus ditambah.
The school zone identification process will be easier to do with map visualization techniques such as isochrone rather than direct distance measurement on Google Maps. Although, it’s still not perfect because it’s only use the parameters of the distance from school using a car. So, if the government wants to maximize the potential of geospatial technology in school zoning regulations, other variables should be added.
Jenis jalan serta kondisi lalu lintas adalah faktor lain yang perlu di consider selain area jangkauan dari sekolah dan jenis kendaraan yang digunakan. Untuk itu pemerintah bisa saja berkolaborasi dengan penyedia data semacam Google yang sudah punya data histori maupun prediksi pola lalu lintas atau kemacetan pada waktu dan lokasi tertentu di seluruh Indonesia melalui integrasi API.
The road type and traffic conditions are other factors besides the accessibility area from school and the vehicle type. For that reason, the government can collaborate with data providers such as Google who already have historical and prediction data of traffic patterns at certain times or locations throughout Indonesia through API integration.
Kerjasama antar instansi juga perlu, Badan Pusat Statistik (BPS) dapat menyumbang data sosiodemografi anak usia sekolah di sebuah wilayah atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memiliki data harga tanah dan properti. Sekolah (yang selama ini dianggap) unggulan biasanya letaknya di tengah kota, sementara itu harga rumah di radius terdekatnya sudah pasti mahal. Karena itu dikhawatirkan siswa dari sekolah-sekolah tersebut malah cenderung berasal dari golongan yang mampu, lagi-lagi tidak sesuai dengan tujuan sistem zonasi yakni kesetaraan.
Good connection between government agencies is also important, the Central Statistics Agency (Badan Pusat Statistik/BPS) can contribute sociodemographic data for school-age children or the National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional/BPN) which has land and property value data. Schools (considered as) favorite are usually located in the middle of the city, while housing prices in the nearest radius are high. I’m afraid that students from these schools tend to come from the upper economic class. Again, this deviates from the goal of the school zoning system which is education equality.
Optimalisasi pemanfaatan teknologi geospasial pada sistem zonasi sekolah hendaknya tidak sekadar membantu pemerintah pada tahap pembuatan regulasi tapi masyarakat juga dapat terlibat di dalamnya sebagai bentuk transparansi. Mungkin pemerintah bisa membuat peta interaktif yang terpadu dengan platform PPDB. Mekanismenya sebelum calon siswa melengkapi dokumen pendaftaran, mereka memasukkan alamat lokasi rumahnya. Kemudian akan langsung muncul peta interaktif seperti di bawah yang menunjukkan rumahnya masuk ke coverage area sekolah mana saja.
Optimizing the use of geospatial technology in the school zoning system should not only help the government as policymakers at the regulation-making stage but the applicants can also be involved in it as a form of transparency. Maybe the government can integrate the PPDB platform with interactive maps. The mechanism is that applicants must enter their address before filling in the registration requirements. Then an interactive map will appear showing their homes in any school coverage area.
SIG menunjukkan pada kita bahwa ternyata masih banyak PR yang musti diselesaikan untuk mencapai kesetaraan kualitas pendidikan di Indonesia melalui sistem zonasi sekolah. Jangankan rumah calon siswa masuk dalam zonasi, di daerah tertentu ada sekolah saja sudah syukur. Namun saya yakin SIG dapat mengambil peran penting dalam sistem ini, sehingga nantinya PPDB bukan lagi soal tradisi royokan menang-kalah untuk masuk ke sekolah unggulan atau nonunggulan. Karena tidak peduli dimanapun asal sekolahnya, tetap akan tercipta kesamaan peluang untuk bisa berprestasi.
GIS shows us that there is still a lot of work to achieve equality in the quality of education in Indonesia through the school zoning system. Because in some locations, it turns out that there are no educational facilities yet to be built. However, I believe that GIS can play an important role in this system, so PPDB will no longer be a matter of the win-lose fight tradition to enter favorite or non-favorite schools. Because it doesn’t matter where the students come from, there always will be equal opportunities to make achievements.
Reference
[1] Duryat, M. (2022, June 2). Masihkah relevan PPDB Sistem Zonasi? Pikiran Rakyat. Retrieved October 30, 2022, from https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/pr-014627073/masihkah-relevan-ppdb-sistem-zonasi
[2] Today, S. (2021, June 27). Manipulasi Jarak Rumah Dengan Sekolah, Peserta PPDB Bisa Digugurkan. Surabaya Today. Retrieved October 30, 2022, from https://www.surabayatoday.id/2021/06/26/manipulasi-jarak-rumah-dengan-sekolah-peserta-ppdb-bisa-digugurkan/
[3] Bram, D. (2022, June 8). Rumah Dekat Sekolah Bukan Jaminan, Alamat KK Tentukan Masuk Sistem Zonasi. Radar Solo. Retrieved October 30, 2022, from https://radarsolo.jawapos.com/pendidikan/09/06/2022/rumah-dekat-sekolah-bukan-jaminan-alamat-kk-tentukan-masuk-sistem-zonasi/
[4] Surya, H. (2020, July 1). Andry Bingung Rumah Dekat Sekolah Anak Tak Masuk zonasi. Ombudsman RI. Retrieved October 30, 2022, from https://www.ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--andry-bingung-rumah-dekat-sekolah-anak-tak-masuk-zonasi
[5] Jatengnews.id, R. (2022, June 16). Berapa Jarak zonasi sekolah Sma Dan SMK 2022? disdikbud: Paling Dekat 7 km sampai 15 km. Jatengnews.id. Retrieved October 30, 2022, from https://www.jatengnews.id/2022/06/16/berapa-jarak-zonasi-sekolah-sma-dan-smk-2022-disdikbud-paling-dekat-7-km-sampai-15-km/
