Multivariate Choropleth Map

Teknik Visualisasi Data Multiparameter untuk Membuat Peta yang Unik

Wahyu Ramadhan
6 min readJul 31, 2021
Peta multivariate (Google Images)

Halo Semuanya,

Ternyata secara sadar atau tidak, baik warna dan tampilan peta sedikit banyak mempengaruhi pembacanya untuk mengenali, mengidentifikasi serta menganalisis objek-objek di dalamnya. Terdapat banyak cara untuk menyajikan data geospasial, yang paling umum adalah peta tematik seperti persebaran penduduk, curah hujan, hasil pertanian, geologi, suhu permukaan laut dan masih buanyak lagi macamnya.

Contoh-contoh peta tematik

Namun dari berbagai macam peta tematik, saya bisa menarik kesimpulan yang sekaligus menjadi kekurangan peta jenis ini yaitu hanya mampu menampilkan satu atribut atau parameter dan dikenal dengan istilah univariate choropleth map.

Contoh peta univariate (kepadatan penduduk Indonesia) (Wikipedia)

Lantas bagaimana jika kita ingin membuat peta tematik yang sedikit unik? salah satu caranya adalah mengakali kekurangan diatas dengan visualisasi lain seperti multivariate choropleth map. Melalui teknik ini kita bisa menyajikan lebih dari satu parameter dengan tema yang berbeda serta menyimpulkan hubungan diantaranya.

Contoh-contoh peta multivariate

Anyway, kita akan mencari tahu hubungan distribusi jumlah kepadatan penduduk (population density) dengan jumlah kepadatan bangunan (building density) di Kota Surabaya melalui teknik visualisasi multivariate choropleth (atau saya sebut sebagai bivariate karena jumlah parameternya adalah dua).

A. Data Collecting

  1. Population Density

Unduh data population density Indonesia tahun 2020 oleh WorldPop di situs Humanitarian Data Exchange berformat GeoTIFF disini.

Data kepadatan penduduk Indonesia oleh WorldPop

Tampilan data kepadatan penduduk dalam QGIS adalah sebagai berikut.

Tampilan data kepadatan penduduk Indonesia

2. Building Density

Ekstraksi data bangunan OpenStreetMap (OSM) di situs ini atau bisa menggunakan region of interest (ROI) buatan saya disini.

Ekstraksi data polygon bangunan Kota Surabaya

Bagi kalian user QGIS juga dapat memanfaatkan beberapa plugin untuk ekstraksi data OSM. Sayangnya plugin tersebut belum bisa mengunduh data dalam wilayah yang cukup luas, akibatnya harus membuat beberapa ROI yang nantinya di merge, bagi saya hal itu jadi kurang praktis.

Berbagai plugin QGIS untuk ekstraksi data OSM

Berikut ini data polygon bangunan yang sudah di clip dengan batas administrasi Kota Surabaya pada QGIS.

Data polygon bangunan di Kota Surabaya

B. Data Processing

  1. Grid

Buat grid hexagon berukuran 500m2 menggunakan layer batas administrasi Kota Surabaya sebagai Grid Extent. Hapus grid yang tidak termasuk dalam wilayah administrasi Kota Surabaya.

Grid di wilayah Kota Surabaya

Grid tersebut diubah menjadi titik sampel untuk mengambil data kepadatan penduduk berformat raster menggunakan tool Centroids.

Centroids untuk membuat titik sampel

2. Population Density

Ambil nilai distribusi people density dengan titik sampel sebagai input layer dan data dari WorldPop sebagai raster layer.

Ekstraksi data kepadatan penduduk

Gabungkan titik sampel yang telah berisi nilai distribusi people density dengan layer grid menggunakan tool Join Attributes by Location.

Menggabungkan titik sampel dengan grid

Pada Layer Properties, ubah jenis Symbology-nya menjadi Graduated serta ganti jumlah Classes sehingga hanya terdapat tiga kelas. Kemudian masukkan color code berikut ke masing-masing kelas.

Kelas : 0–6778
Warna : #e8e8e8

Kelas : 6778–10118
Warna : #ace4e4

Kelas : 10118–1580
Warna : #5ac8c8

Tampilan Layer Properties yang memuat ketiga kelas distribusi kepadatan penduduk di Kota Surabaya akan tampak seperti ini.

Layer properties kepadatan penduduk

Setelah itu, tampilan peta people density Kota Surabaya menjadi seperti ini.

Distribusi kepadatan penduduk Kota Surabaya

3. Building Density

Buat titik tengah data polygon bangunan, caranya sama seperti membuat titik sampel yaitu dengan tool Centroids.

Titik bangunan Kota Surabaya

Hitung jumlah titik bangunan yang terdapat di setiap grid menggunakan tool Count Points in Polygon. Layer grid hexagon sebagai input polygon, sedangkan titik lokasi bangunan adalah input points.

Count points in polygon

Ulangi langkah untuk reclassify menjadi tiga kelas serta mengubah warna masing-masing kelas menggunakan color code dibawah.

Kelas : 0–52
Warna : #e8e8e8

Kelas : 52–472
Warna : #dfb0d6

Kelas : 472–2496
Warna : #be64ac

Tampilan Layer Properties yang memuat ketiga kelas distribusi kepadatan bangunan di Kota Surabaya akan tampak seperti ini.

Layer properties kepadatan bangunan

Maka hasil peta building density Kota Surabaya menjadi seperti berikut ini.

Distribusi kepadatan bangunan Kota Surabaya

C. Data Visualization

Membuat peta bivariate choropleth bisa dilakukan dengan cara manual dan menurut saya sangat njelimet seperti pada tulisan ini. Namun, QGIS memiliki plugin gratis untuk membuat peta tersebut dengan mudah. Singkatnya ini membantu kita untuk menghasilkan sebuah legenda bivariate choropleth bermodalkan dua layer saja.

Mengunduh plugin QGIS Bivariate Legend

Setelah mengunduh plugin Bivariate Legend, selanjutnya atur susunan layer supaya building density terletak di atas.

Pengaturan susunan layer

Buka plugin Bivariate Legend, atur layer jumlah bangunan sebagai Top Layer serta jumlah penduduk sebagai Bottom Layer. Isi Square Width dengan seberapa besar ukuran setiap kotak legenda (dalam satuan piksel). Misalnya pada gambar berikut Square Width-nya sebesar 20, karena ukuran kotaknya 3x3 maka hasil ekspornya adalah 60 piksel.

Pembuatan legenda bivariate choropleth

Pastikan untuk menambahkan ekstensi file gambar .png atau .jpg ketika ekspor legenda. Selain itu, pilih jenis overlay Multiply.

Ekspor Bivariate Choropleth legend

Buka layer properties dari layer yang berada di atas (building density) lalu atur blend mode-nya menjadi multiply pada opsi Layer Rendering.

Overlay layer kepadatan bangunan

Kedua layer seolah di overlay sehingga menghasilkan tampilan peta seperti ini.

Peta setelah di overlay

Langkah selanjutnya adalah tahap layouting yang dapat dilakukan sesuai kreatifitas masing-masing. Jangan lupa tambahkan file gambar bivariate choropleth berformat .png yang sebelumnya diekspor sebagai legenda.

Kesimpulan

Meskipun secara tampilan lebih menarik, hal ini tidak serta merta membuat multivariate lebih baik daripada univariate. Semakin banyak parameter yang ditampilkan, maka butuh waktu lebih lama untuk memahami dan mengidentifikasi informasi di dalamnya. Sebaliknya, peta univariate lebih to the point kepada para pembaca peta. Contohnya peta bivariate choropleth dari dua parameter dalam tulisan ini menghasilkan legenda berukuran 3x3 yang masih relatif mudah diidentifikasi.

Peta hubungan kemiringan tanah dengan distribusi kepadatan penduduk
Peta hubungan kepadatan penduduk dengan jumlah bangunan di Surabaya

--

--

Wahyu Ramadhan
Wahyu Ramadhan

Written by Wahyu Ramadhan

Mapping my way through the GIScience universe. Join me on this journey!

No responses yet