Momentum Building

Overcoming Present Bias and Procrastination

Wahyu Ramadhan
8 min readApr 21, 2023

Halo Semuanya,

Perfectionism, doesn’t that sound like a good thing? Always being organized, paying attention to details, and having high work standards without any flaws. But for me, it’s been quite the opposite, a curse. I’ve been experiencing it for the past few months, which has triggered procrastination and present bias.

Perfeksionis, bukankah itu terdengar seperti sebuah hal yang bagus? Selalu rapi, perhatian pada detail dan standar kerja yang tinggi tanpa celah. Namun itu semua bagi saya justru sebaliknya, kutukan. Hal itu saya rasakan beberapa bulan belakangan ini sehingga memicu prokrastinasi dan present bias.

Procrastination is the tendency to delay or postpone tasks that need to be done [1]. In my case, procrastination is often caused by high self-imposed expectations, feeling burdened by high standards, and fear of imperfection. As a result, I tend to procrastinate to avoid the risk of making mistakes or not achieving perfect results.

Prokrastinasi yang berasal dari istilah Bahasa Inggris yakni procrastination adalah kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan [1]. Pada kasus yang saya alami, prokrastinasi sering disebabkan oleh rasa menuntut diri sendiri yang tinggi, terbebani oleh standar yang tinggi, dan takut akan ketidaksempurnaan. Akibatnya, saya cenderung menunda pekerjaan untuk menghindari risiko membuat kesalahan atau tidak mencapai hasil yang sempurna.

The habit of procrastination seems to be related to present bias, which is the tendency to prioritize instant gratification over long-term satisfaction and outcomes that are more beneficial [2] [3]. For example, I would avoid tasks that require time and effort to achieve optimal results and instead opt for tasks that provide immediate or quickly visible outcomes. It’s not uncommon for me to choose watching YouTube or playing games over focusing on more complex and challenging work tasks.

Rasanya kebiasaan prokrastinasai menjadi relate dengan present bias, yang merupakan kecenderungan untuk lebih memprioritaskan kepuasan atau gratifikasi yang instan, daripada kepuasan serta hasil jangka panjang yang lebih bermanfaat [2] [3]. Misalnya, saya akan menghindari tugas dengan waktu dan usaha yang cukup untuk mencapai hasil optimal serta lebih memilih tugas-tugas yang memberikan hasil segera atau dapat dilihat hasilnya dengan cepat. Bahkan tidak jarang saya lebih memilih nonton YouTube atau bermain gim daripada fokus pada pekerjaan yang lebih kompleks dan menantang.

Then I realized that being a perfectionist is not the only trigger for my procrastination and present bias that hinder me from starting activities. To be honest, I’m not sure which one is the exact cause — whether it’s due to unclear goals, boredom with daily routines, feeling unappreciated, or too many distractions that reduce focus and concentration. Perhaps, if I could draw a conclusion, what I’ve been feeling lately is demotivation.

Kemudian saya menyadari bahwa sebenarnya perfeksionis bukanlah satu-satunya pemicu prokrastinasi dan present bias yang menghalangi saya dalam memulai aktivitas. Kalau boleh jujur, saya belum tahu mana yang tepat, apakah karena ketidakjelasan tujuan, rasa bosan terhadap rutinitas sehari-hari, kurang diapresiasi, atau terlalu banyak distraksi yang mengurangi fokus dan konsentrasi. Mungkin, jika bisa menarik kesimpulan, yang saya rasakan belakangan ini adalah demotivasi.

How to overcome it?

I finally tried to dig up the book I read, “Atomic Habits” by James Clear, which discusses how to form good habits and eliminate bad habits in life. In the context of my issue, this book talks about how our brain works in forming and changing habits, as well as how bad habits like procrastination and present bias can form and be understood.

Saya akhirnya mengingat kembali buku yang pernah saya baca, Atomic Habits karya James Clear yang membahas bagiamana membentuk kebiasaan baik dan menghilangkan kebiasaan buruk dalam hidup. Dalam konteks masalah saya, buku ini membahas tentang bagaimana otak kita bekerja dalam membentuk dan mengubah kebiasaan, serta bagaimana kebiasaan buruk seperti prokrastinasi dan present bias dapat terbentuk dan dipahami.

Atomic Habits by James Clear

So here’s how it goes, James Clear in “Atomic Habits” presents concepts or rules that have been very helpful for me in starting good habits, which are:

Jadi begini, James Clear dalam Atomic Habits membuat konsep atau aturan yang bagi saya sangat membantu dalam memulai kebiasaan baik, antara lain adalah:

  1. The 2-Minute Rule: This idea is to start a new habit by taking a very small action that can be completed within 2 minutes.
    Example: If I want to start reading a book every day, I can start by reading just 1 page of the book every day. It’s a tiny and easily achievable action, but it can help build a larger reading habit over time.
    Aturan 2-Menit: Ide ini adalah untuk memulai kebiasaan baru dengan melakukan tindakan yang sangat kecil dan dapat diselesaikan dalam waktu 2 menit.
    Contoh: Jika saya ingin mulai membaca buku setiap hari, saya bisa memulainya dengan membaca hanya 1 halaman buku setiap hari. Tindakan yang sangat kecil dan mudah dilakukan, namun dapat membantu membangun kebiasaan membaca yang lebih besar seiring waktu.
  2. Habit Stacking: This technique involves combining a new habit with an existing habit in your daily routine. This way, you can leverage the existing habit as a trigger to start the new habit.
    Example: If I want to drink more water every day, I can link this habit with an existing habit like filling up a glass of water every time I enter the kitchen or after finishing a meal.
    Habit Stacking
    : Teknik ini menggabungkan kebiasaan baru dengan kebiasaan yang sudah ada dalam rutinitas sehari-hari. Dengan cara ini, saya bisa memanfaatkan kebiasaan yang sudah ada sebagai pemicu untuk memulai kebiasaan baru.
    Contoh: Saya ingin mulai minum air putih lebih banyak setiap hari, saya bisa mengaitkan kebiasaan itu dengan kebiasaan yang sudah ada seperti mengisi gelas air setiap kali saya masuk ke dapur atau setiap kali saya selesai makan.
  3. Realistic targets: Setting realistic targets allows me to start with small steps and achieve consistent progress, rather than getting stuck in a cycle of unfinished goals due to excessive pressure to achieve perfection.
    Example: When forming an exercise habit, a realistic target could be to walk for 30 minutes every day or exercise for 15 minutes every other day, instead of setting a goal to exercise for 2 hours every day. This way, I can feel the progress and build momentum without feeling burdened by overly high targets.
    Target yang realistis: Menetapkan target yang realistis memungkinkan saya untuk memulai dengan langkah kecil dan mencapai progres yang konsisten, daripada terjebak dalam siklus yang tidak selesai karena terlalu banyak tekanan untuk mencapai kesempurnaan.
    Contoh: Membentuk kebiasaan olahraga, target yang realistis adalah seperti berjalan selama 30 menit setiap hari atau berolahraga selama 15 menit setiap dua hari, daripada target berolahraga selama 2 jam setiap hari. Dengan demikian, saya dapat merasakan progres dan membangun momentum tanpa merasa terbebani oleh target yang terlalu tinggi.

How is the results, is it works?

Honestly, not yet, as it requires a process and there is no specific timeframe. However, in the book “Atomic Habits,” it is emphasized that replacing bad habits with good ones needs to be reinforced through the principle of The Four Laws of Behavior Change. These four laws include:

Sejujurnya belum, tentu karena perlu proses dan tidak ada tolok ukur waktu tertentu. Sedangkan dalam buku Atomic Habits ditekankan jika menggantikan kebiasaan buruk dengan kebiasaan baik perlu memperkuatnya melalui prinsip Empat Kaidah Perubahan Perilaku (The Four Laws of Behavior Change). Empat kaidah tersebut meliputi:

  1. Make it obvious: Refers to the importance of making new habits clear and visible, both in our physical and mental environment.
    Example: Place the book you want to read on the table or in a visible spot.
    Menjadikannya terlihat
    (Make it obvious): Mengacu pada pentingnya membuat kebiasaan baru menjadi jelas dan terlihat, baik dalam lingkungan fisik maupun mental kita.
    Contoh: Letakkan buku yang ingin dibaca di meja atau di tempat yang mudah terlihat.
  2. Make it attractive: Encourages us to make new habits appealing and interesting, so that we feel motivated to do them.
    Example: Choose a book that is interesting and relevant to your interests, as a starting point try reading a book with a topic that is not too heavy.
    Menjadikannya menarik
    (Make it attractive): Mengarahkan kita untuk membuat kebiasaan baru menjadi menarik dan menggugah minat kita, sehingga kita merasa termotivasi untuk melakukannya.
    Contoh: Pilih buku yang menarik dan relevan dengan minat, sebagai awalan coba baca buku dengan topik yang tidak terlalu berat.
  3. Make it easy: Emphasizes the importance of making new habits easy to do by eliminating barriers and obstacles that may hinder their implementation.
    Example: Set a specific time for reading every day, create a comfortable environment for reading, and avoid distractions.
    Buatlah mudah
    (Make it easy): Menekankan pentingnya membuat kebiasaan baru menjadi mudah dilakukan dengan menghilangkan hambatan dan penghalang yang bisa menghambat pelaksanaannya.
    Contoh: Mengatur waktu khusus untuk membaca setiap hari, membuat lingkungan yang nyaman untuk membaca, dan menghindari gangguan.
  4. Make it satisfying: Encourages us to reward ourselves or give ourselves recognition after successfully completing a new habit, so that we feel motivated to continue.
    Example: Taking notes or summarizing after reading, or discussing the contents of the book with friends.
    Buatlah memuaskan
    (Make it satisfying): Mendorong kita untuk memberikan reward atau penghargaan kepada diri sendiri setelah berhasil melaksanakan kebiasaan baru, sehingga kita merasa termotivasi untuk melanjutkannya.
    Contoh: Membuat catatan atau rangkuman setelah membaca, atau berdiskusi tentang isi buku dengan teman.
Laws of Behavior Change

Currently, I am in the process of overcoming procrastination and present bias with concrete steps, such as placing the books I want to read in a visible place, such as on my work desk. For me, this can create a constant visual reminder that motivates me to read. In addition, placing the books on my work desk also helps reduce physical barriers that may arise when I want to read, such as having to search for the book elsewhere or feeling lazy to retrieve it.

Saat ini saya memang sedang dalam proses mengatasi prokrastinasi dan present bias dengan langkah-langkah konkret, seperti meletakkan buku-buku yang akan saya baca di tempat yang mudah terlihat, misalnya di meja kerja. Bagi saya, ini dapat membantu menghadirkan semacam pengingat visual yang konstan untuk memotivasi diri dalam membaca buku. Selain itu, meletakkan buku di meja kerja juga dapat mengurangi hambatan fisik yang mungkin muncul saat ingin membaca, seperti harus mencari buku di tempat lain atau merasa malas untuk mengambilnya.

Books on my desk

References

[1] Dictionary, C. (2023). Procrastination. Cambridge Dictionary. Retrieved April 21, 2023, from https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/procrastination
[2] Wikipedia. (2023, March 3). Present bias. Wikipedia. Retrieved April 21, 2023, from https://en.wikipedia.org/wiki/Present_bias
[3] Asana. (2022, October 9). 19 contoh bias implisit Dan Cara Mencegahnya. Asana. Retrieved April 21, 2023, from https://asana.com/id/resources/unconscious-bias-examples
[4] Clear, J. (2019). Atomic habits: tiny changes, remarkable results: an easy and proven way to build good habits and break bad ones. Penguin USA.

--

--

Wahyu Ramadhan

Mapping my way through the GIScience universe. Join me on this journey!