Analisis Tanah Longsor Cihanjuang, Sumedang, Jawa Barat Berdasarkan Kemiringan Lereng (Slope)
Halo Semuanya,
Tanggal 9 Januari 2021 terjadi dua kejadian tanah longsor di Dusun Bong Kondang, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kejadian pertama sekitar pukul 16.00 WIB, sementara longsor susulan pada pukul 19.30 WIB. Setidaknya 14 rumah rusak berat, 25 warga meninggal dan 15 orang masih dalam pencarian di timbunan material longsor yang berasal dari tebing setinggi 20 meter dan sepanjang 40 meter. Selain karena hujan deras di wilayah setempat, penyebab longsor tidak lepas dari faktor geomorfologi yakni salah satunya adalah kemiringan lereng (slope).
Menurut UU no. 27 Tahun 2007, selain harus terletak diluar kawasan lindung, lahan untuk permukiman harus memenuhi kriteria-kriteria curah hujan, daya dukung tanah, drainase, jenis tanah, tidak pada daerah labil serta kemiringan lahan (slope).
Melalui tulisan semi ilmiah ini, saya bermaksud mencari tahu penyebab tanah longsor yang menerjang Desa Cihanjuang, Sumedang dari sudut pandang slope. Menurut Syafri (2015), slope adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara bidang tanah dengan bidang horizontal serta pada umumnya dihitung dalam persen (%).
Praproses Data
Untuk membuat data slope dibutuhkan data elevasi, maka dari itu saya menggunakan data DEMNAS, karena selain data ini (masih) gratis, resolusi spasialnya masih tergolong cukup baik yakni 0.27 arcsecond atau sekitar 8 meter.
Pengolahan Data
Langkah awal sesuaikan sistem proyeksi data DEMNAS melalui QGIS, saya mengubah sistem proyeksinya menjadi WGS84/UTM Zone 48S.
Lalu data DEMNAS di potong (clip) agar sesuai dengan Region of Interest (ROI) yakni Wilayah Administrasi Kabupaten Sumedang dengan Clip Raster by Mask Layer.
Setelah di clip, data DEMNAS akan mengikuti bentuk batas Kabupaten Sumedang.
Membuat Slope
Data DEM yang sebelumnya sudah di clip kemudian dikonversi menjadi slope dengan tool dibawah ini.
Satuan nilai yang digunakan dalam pembuatan slope ini yakni persen (%).
Nilai slope Sumedang memiliki rentang nilai 0,026–60,434%.
Ekstraksi Data
Tahap selanjutnya adalah ekstraksi atau mengambil nilai slope melalui titik sampling yang dibuat melalui tool Create Grid.
Saya membuat interval atau jarak antar setiap titik sampling sebesar100m.
Kemudian saya gunakan tool Sample Raster Values untuk ekstraksi nilai elevasi dan slope.
Sehingga didapatkan nilai elevasi dan slope dari setiap titik sampling sebagai berikut.
Membuat Grid Hexagonal
Pada dasarnya kita sudah bisa mengetahui nilai DEM dan slope dari hasil ekstraksi di dalam titik sampling. Tetapi, untuk mempercantik tampilan dan memudahkan kita untuk melakukan analisis spasial, maka saya akan mengkonversi titik sampling (point) menjadi bentuk hexagon (polygon).
Untuk membuat polygon, saya menggunakan tool Create Grid.
Atur jenis gridnya menjadi hexagon, jarak horizontal dan vertikalnya masing-masing 1,5 kilometer dengan grid extent Batas Administrasi Kabupaten Sumedang.
Grid yang dibuat terlebih dahulu di clip agar mengikuti bentuk wilayah Administrasi Kabupaten Sumedang menggunakan Tool Select by Location.
Dengan menjadikan Batas Administrasi Kabupaten Sumedang sebagai acuan, maka hasilnya akan seperti berikut.
Bagian hexagon yang bersinggungan dengan batas administrasi Kabupaten Sumedang berwarna kuning seperti ini.
Selanjutnya, saya hapus bagian polygon yang tidak terseleksi dari tabel atribut layer, aktifkan mode editing, invert selection dan terakhir klik tombol delete untuk menghapus. Maka hasilnya akan seperti gambar dibawah.
Memasukkan Elevasi ke Dalam Grid Hexagonal
Langkah berikutnya kita akan mengambil nilai elevasi dan slope dari titik sampling agar dapat berada dalam grid polygon menggunakan tool Join Attributes by Location.
Gunakan polygon grid sebagai base layer, titik sampling sebagai join layer serta one-to-one sebagai join type.
Hasilnya grid hexagonal akan memiliki tabel atribut yang berisi elevasi dan slope.
Ulangi langkah-langkah pembuatan grid polygon-Join Attributes by Location diatas namun dengan menggunakan batas Desa Cihanjuang serta interval grid lebih rapat (150 meter).
Klasifikasi Kemiringan Lereng (Slope)
Untuk membagi kategori setiap nilai slope, saya menjadikan klasifikasi slope (van Zuidam, 1985) sebagai acuan. Saya menggunakan satuan persen (%) seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini.
Analisis dengan Peta Interaktif
Saya mengunggah data DEM dan slope ke dalam platform peta online agar analisis dapat dilakukan secara imersif serta intuitif.
Kita terlebih dahulu melihat slope Kabupaten Sumedang, melalui peta berikut bisa dilihat bahwa Kabupaten Sumedang memiliki klasifikasi slope yang bervariasi. Wilayah yang termasuk ke dalam kategori Agak Curam hingga Curam cenderung terletak di bagian selatan, sedangkan kategori Agak Landai mayoritas berada di utara.
Lebih spesifik lagi kita menuju ke Desa Cihanjuang yang secara statistik (panel yang ada di bagian kanan) memiliki rata-rata nilai elevasi sebesar 710 dan slope 8%. Slope dengan kategori Agak Curam hingga Curam terletak di sebelah utara dari Desa Cihanjuang.
Ketika dalam proses pembuatan tulisan ini, kebetulan saya menemukan data lokasi tanah longsor yang dirilis oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) disini yang dijadikan komparasi dengan data slope hasil olahan saya.
Lokasi tanah longsor Desa Cihanjuang terdapat di area dengan kategori slope Agak Curam (15–30%).
Kemudian saya ganti basemap menjadi Satellite agar objek-objek yang ditangkap oleh satelit dan berada di cakupan wilayah longsor bisa terlihat lebih jelas. Lokasi longsor berada diantara dua area, di sebelah kanan kemungkinan masuk ke dalam lahan perumahan karena posisi rumahnya cukup rapi sedangkan di bagian kiri adalah permukiman penduduk. Selain itu, berdasarkan pengamatan saya secara visual dari citra satelit, area permukiman penduduk berada lebih rendah dari perumahan.
Jika layer elevasi dan slope di overlay terletak pada lokasi dengan kelas slope Agak Curam (15–30%), oleh karena itu bisa dibilang area ini berpotensi terjadi tanah longsor apabila ditinjau dari aspek slope.
Kesimpulan
Lokasi tanah longsor di Desa Cihanjuang pada tanggal 9 Januari 2021 termasuk ke dalam kategori slope Agak Curam. Bukan tidak mungkin di masa depan apabila terjadi tanah longsor akan kembali menimbulkan dampak yang lebih besar baik materil maupun korban jiwa. Karena masih terdapat wilayah permukiman yang berdiri diatas tanah dengan slope Agak Curam hingga Curam.
Lokasi permukiman penduduk yang terletak di wilayah rawan bencana tidak serta merta menjadikan relokasi atau semacamnya sebagai solusi. Karena kita juga tidak boleh mengabaikan kondisi-kondisi seperti sosial, ekonomi, budaya, harga tanah dan berbagai hal penunjang lainnya.
Tambahan
Mungkin analisis yang saya lakukan berdasarkan parameter kemiringan terhadap bencana tanah longsor dalam tulisan ini belum bisa menggambarkan kondisi riil di lapangan atau bisa digunakan sebagai acuan dalam proses pembangunan infrastruktur dan analisis mitigasi bencana yang presisi.
Karena kajian untuk mengetahui potensi kerawanan bencana tanah longsor memerlukan elaborasi dan banyak parameter tambahan lainnya yang harus diperoleh langsung dari lapangan.
Referensi
- DEMNAS Badan Informasi Geospasial
- Kompas.com
- Lokasi Tanah Longsor Desa Cihanjuang, Sumedang (Badan Informasi Geospasial)
- Merdeka.com
- Tempo.co
- Syafri, S. H., Tilaar, S., & Sela, R. L.2015. Identifikasi Kemiringan Lereng di Kawasan Permukiman Kota Manado Berbasis SIG. Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado
- Van Zuidam, R. A. 1985. Aerial Photo — Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. Smith Publisher, The Hague, ITC.